Postingan ini adalah lanjutan postingan tentang Petualangan Absurd di Bromo-Ranu Kumbolo-Batu Malang Part 1 kemarin. Di postingan ini saya mau berbagi cerita tentang perjalanan kami selama menjelajah (jiah bahaasanya) di Bromo sampai Ranu Kumbolo. Yuk cuuussss...
***
Setelah sampai di Desa Ngadisari kami lanjut makan malam di warung makan di sekitar Balai Desa. Kalau kalian disini enaknya makan dan minum yang hangat-hangat karena suhunya dingin banget! Pas malam hari saya ngeliat suhu di HP itu mencapai 13 derajat! Bayangin aja sendiri gimana dinginnya. Perut kenyang, kami pun kembali ke homestay bauat bersih-bersih dan istirahat karena besok subuh kami harus siap-siap untuk ke Bromo.
Hari kedua tanggal 18 Agustus 2017 jam setengah 3 subuh kami siap-siap untuk ke Bromo. Sekedar info, untuk jelajah Bromo dan Ranu Kumbolo ini kami menggunakan jasa guide, Trip Jatim. Untuk tarif berenam kami dikenakan Rp. 850.000,- per orangnya dan untuk trip ini kami tinggal bawa badan aja karena untuk jeep, tiket masuk Bromo dan Ranu Kumbolo, peralatan camping di Ranu Kumbolo, 2 orang porter serta konsumsi selama pendakian nanti disediakan dari guide. Cukup recommended untuk kalian yang gak mau repot bawa barang banyak selama pendakian di Ranu Kumbolo nanti.
Ok, lanjut ke cerita. Jam setengah 3 subuh kami yang cewek-cewek udah siap dan bersiap buat menggedor kamar para cowok karena mereka kalo tidur suka bablas. Untungnya di kamar itu ada Bang Ari yang udah bangun awal dan kami berterima kasih dia udah berusaha ngebangunin Bang Denny dan Obet yang masih pulas banget tidurnya.
subuh-subuh selfie dulu
Mendekati jam 3 subuh kami udah ditelpon dengan supir Jeep nya (nama Bapaknya lupa jadi sebut saja Bapak Jeep). Kami ketemuan di Balai desa dengan Bapak Jeep nya. Kalau kalian mau ngetrip ke Bromo dan Ranu Kumbolo kalian harus siap dengan pakaian hangat dan masker ya karena cuacanya itu dingin banget! Mendekati 10 derajat waktu subuh. Tapi kami salut dengan Bang Ari, dia cuma bermodalkan baju kaos tipis dengan celana pendek (karena di tasnya cuma ada celana pendek semua).
Setelah muatin barang-barang di atas jeep, kami akhirnya meluncur ke Bromo. Pada saat kami akan menuju Bromo, ternyata udah rame banget jeep-jeep yang lewat menuju arah Bromo. Mungkin karena bulan Agustus adalah bulan favorit untuk mengunjungi Bromo. Perjalanan dari Desa Ngadisari ke kawasan Bromo memakan waktu sekitar 20 menit. Saat perjalanan kami memanfaatkan waktu untuk memejamkan mata sebentar, tapi itu tidak berlangsung lama. Karena saat udah keluar dari kawasan desa dan masuk ke kawasan Bromo, jalanan mulai gak rata dan berpasir. Sepanjang jalan menuju kawasan Bromo jalanannya gelap dan yang keliatan cuma lampu-lampu dari mobil jeep yang berbaris menuju kawasan Bromo.
Setelah melewati jalanan yang gak rata dan menanjak mobil Jeep kemudian menepi dan berhenti. Di tempat Bapak Jeep memberhentikan mobil ternyata udah berjejer mobil-mobil jeep lainnya. Bapak jeep bilang, "di depan udah rame, jadi kalau mau ke penanjakan jalan kaki aja. Mobilnya udah gak bisa masuk."
Okay, ternyata kami harus olahraga subuh-subuh mendaki ke penanjakan Bromo buat ngeliatin sunrise di penanjakan Bromo. Kami pun akhirnya jalan menuju kawasan penanjakan Bromo dan sepanjang jalan gelap gulita. Untuk lebih enak, kami menggunakan penerangan senter dan kami berjalan kayak anak kecil main kereta-keretaan (pegangan pundak) biar gak lepas dari rombongan karena disana rame banget.
Jalan kaki ke penanjakan memakan waktu sekitar 20-25 menit dan saat udah mendekati kawasan penanjakan, udah mulai terang karena banyak warung-warung makan dan toko-toko souvenir. Banyak turi-turis lokal dan luar yang memanfaatkan waktu mereka untuk sekedar menghangatkan diri dan beristirahat.
Di kawasan penanjakan banyak yang menawarkan tikar untuk duduk menikmati sunrise. Karena kami gak bawa alas duduk dan gak tau mau duduk dimana, akhirnya kami menyewa alas duduk dari penjaja penyewa alas duduk. Enaknya kalau kita nyewa alas duduk sama mereka, selain harga sewanya gak mahal (cuma 15 ribu per alas, kami sewa dua karena 1 alas cukup buat bertiga) kita juga dicariin tempat duduk dan spot yang pas untuk ngeliat sunrise.
langit malam di penanjakan bromo (keliatan bulannya doang)
Akhirnya kami pun bisa duduk dengan tenang nunggu waktu subuh dan sunrise. Jam menunjukkan pukul 4 subuh, dan suhu makin dingin di atas. Supaya gak ngantuk, kami ngobrol-ngobrol ngalur ngidul dan kami lumayan dapat hiburan di sekitar kami karena ada dua orang cewek yang nomongnya kencang banget tentang masalah diet mereka (kan bikin kesal mau diet aja kok repot banget, risih juga dengarnya).
Karena waktu sunrise masih lama dan udah masuk waktu subuh, kami pun menuju mushola untuk sholat subuh dulu. Tenang, di mushola ini kalian bisa sholat cukup nyaman karena ada tempat wudhu dan toiletnya. Cuma airnya itu dingin banget (sabar aja, ujian). Selesai sholat, kami mau kembali lagi ke spot kami, tapi ternyata udah rame banget dan kami gak inget dimana letaknya. Untungnya kami ketemu dengan anak cowok yang misah tadi pas sholat dan mereka nunjukkin jalan pintas untuk balik ke spot awal. Tapi jalan pintasnya itu harus manjat pagar (karena kalo jalan awal tadi itu mutar dan udah rame banget). Petama, kami bingung gimana manjatnya. Tapi Bang Ari dengan baik hati banget mau minjamin kakinya buat dipijakin supaya kami cewek-cewek bisa naik lewatin pagar (makasih Abang!).
Akhirnya, yang ditunggu-tunggu pun tiba. Menikmati waktu sunrise di penanjakan Bromo. Kalau orang bilang, "ngapain sih ngelitin sunrise jauh-jauh ke Bromo?" (termasuk mama saya) saya tau banget kenapa. Karena selain indahnya, kita juga bisa mensyukuri nikmat dari Allah karena telah menciptakan alam yang sangat luar biasa indah. Karena belum tentu kita bisa ngeliat hal seperti itu di tempat lain.
ramenya orang-orang yang kumpul neliatin sunrise
Puas liatin momen sunrise, jangan lupa ambil foto-foto dengan latar belakang kawah Bromo dan pemandangan sekitarnya. Tapi harus penuh perjuangan juga karena pas saat itu lagi rame banget. Udah puas, saatnya turun. Sebelum turun untuk menuju kawasan berikutnya, kami singgah dulu di warung makan karena perut udah keroncongan dan Bapak Jeep juga belum ngubungi buat jemput.
Karena kami kelaparan, makanan ludes seketika. Perut kenyang hati riang dan Bapak Jeep udah jemput juga (Bapak Jeep jemputnya di kawasan penanjakan karena udah pada mulai turun). Lanjut ke kawasan berikutnya. Sebenarnya dalam paket tour guide itu ditawarkan 4 kawasan di Bromo, penanjakan, kawah Bromo, pasir berbisik dan padang savana. Tapi karena kami harus mempersiapkan energi untuk mendaki ke Ranu Kumbolo, kami harus rela melewatkan kawah Bromo karena untuk sampai ke kawahnya paling tidak butuh 2 jam (mungkin lain kali kembali lagi).
Lanjut ke pasir berbisik dan padang savana. Di pasir berbisik, sepanjang kawasan memang hanya ada pasir. Awal nama pasir berbisik itu karena dulunya padang pasir itu dijadikan lokasi syuting Dian Sastro berjudul Pasir Berbisik. Di pasir berbisik jangan lupa selfie dulu karena tempat ini bagus banget untuk spot foto.
abaikan pose-pose yang aneh bin ajaib
Di padang savana, disebut juga bukit teletubies karena pemandangannya mirip dengan bukit teletubies yang ada di tv. Pemandangannya hijau bikin adem. Saking senangnya kali ya si Bang Ari sama Obet sampai rebahan di rumput (karena di Pontianak gak nemu beginian). Disini kalian juga bisa ambil foto-foto yang oke juga karena pemandangannya indah.
i feel free
foto sama Bapak Jeep-nya dulu
Udah capek dan waktu juga udah masuk tengah hari, kami pun akhirnya menuju ke Desa Ranu Pani untuk selanjutnya lanjut mendaki ke Ranu Kumbolo. Cerita selanjutnya akan dilanjutkan di part 3 ya...
Komentar
Posting Komentar